Pada tanggal 1 April
2013, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan 3 kasus virus influenza baru
A (H7N9) pertama yang terjadi pada manusia di Cina. Hingga saat ini terhitung di seluruh China ada total 77 kasus
virus H7N9 pada manusia, 16 orang di antaranya tewas.
Sebagian besar kasus yang dilaporkan menderita penyakit pernapasan parah dan
dalam beberapa kasus menyebabkan kematian. Hingga saat ini, tidak ada kasus
H7N9 di luar China telah dilaporkan.
Virus H7N9 ini termasuk
dalam kelompok virus influenza (flu) pada unggas (burung). Infeksi pada manusia
yang disebabkan oleh "flu burung" memang jarang terjadi, akan tetapi beberapa
kasus telah dilaporkan di masa lalu, dan yang paling sering terjadi adalah setelah
terpapar unggas yang terinfeksi. Namun, ini adalah pertama kalinya bahwa
subtipe flu burung (H7N9) telah ditemukan pada manusia. Virus ini sangat
berbeda dari virus H7N9 lain yang sebelumnya ditemukan pada burung.
Hingga kini penyelidikan
mengenai virus baru ini terus dilakukan oleh pihak berwenang China. Mereka
melaporkan bahwa virus H7N9 telah terdeteksi pada unggas di daerah yang sama di
mana infeksi pada manusia telah terjadi. Banyak kasus H7N9 pada manusia dilaporkan
telah melakukan kontak dengan unggas. Namun beberapa kasus dilaporkan tidak
pernah melakukan kontak dengan unggas. Kontak dekat (orang dekat) pasien yang dikonfirmasi
H7N9 terus diikuti untuk melihat apakah ada penyebaran dari manusia ke manusia yang
mungkin terjadi. Berdasarkan pengalaman dengan virus flu burung lainnya -
terutama H5N1 – tidak akan mengejutkan bila ditemui penyebaran dari manusia ke
manusia.
Yang paling penting, tidak
ada penyebaran virus H7N9 dari orang ke orang yang telah ditemukan saat ini. Penyebaran
virus dari orang ke orang yang terjadi secara berkelanjutan akan menyebabkan pandemi
yang sangat menakutkan.
Virus H7N9 merupakan virus
yang baru terjadi pada manusia, dan karenanya memiliki potensi untuk
menyebabkan pandemi jika ia mampu berubah menjadi virus yang mampu menyebar
dari orang-ke-orang secara mudah. Kabar baiknya, sejauh ini, virus H7N9 diketahui
belum memiliki kemampuan untuk itu. Namun, virus influenza terus berubah dan
ada kemungkinan bahwa virus ini bisa mendapatkan kemampuan tersebut.
Organisasi Kesehatan
Dunia (WHO) pun telah mengambil tindakan kesiapan rutin setiap kali virus baru
dengan potensi pandemi diidentifikasi, termasuk mengembangkan virus vaksin
kandidat untuk membuat vaksin jika dibutuhkan. Hingga saat ini, belum ada
vaksin berlisensi H7 tersedia.
Meski kasus flu burung varian H7N9 belum ditemukan di
Indonesia, bukan berarti masyarakat tak perlu waspada. Pemerintah dalam hal ini
Kementerian Kesehatan menyatakan, penularan avian influenza H7N9 perlu
diwaspadai, mengingat Indonesia dan China memiliki hubungan yang erat terutama
dalam hal perdagangan.
"Kemungkinan terjadi selalu ada. Apalagi
Indonesia dan China memiliki hubungan perdagangan," kata Direktorat
Jendral Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan (P2PL) Kementerian Kesehatan RI, Tjandra Yoga
Aditama, Rabu (17/4/2013) seperti dikutip dari Kompas.
Menurut Tjandra, jalur lalu lintas seperti bandar
udara dan pelabuhan merupakan pintu utama. Oleh karena itu, dirinya menyarankan
setiap pendatang, terutama dari China, yang mengalami keluhan batuk, demam,
sesak napas, agar menghubungi kantor kesehatan pelabuhan atau bandara setempat.
Kesehatan unggas sebagai vektor virus juga harus
diperhatikan.
Tjandra juga mengimbau masyarakat untuk
bersama-sama memonitor kesehatan unggas di tiap wilayah. Terutama bila
ditemukan kematian massal mendadak. Mayat unggas harus segera dikubur atau
dibakar untuk mencegah virus menyebar.
Masyarakat juga diminta aktif untuk melaporkan
bila ditemukan kematian massal unggas mendadak. Pelaporan juga harus dilakukan
bila ada yang mengalami sesak nafas, demam, dan batuk dengan lingkungan yang
penuh unggas atau baru kembali dari China.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar